PAGES

Rabu, 16 Januari 2008

Tuhan Sembilan Senti

Pernah suatu ketika pakde saya yang pensiunan AD naek angkot ke kota.Di dalam angkot tersebut terdapatlah seorang laki-laki yang sedang enak-enaknya merokok.Pakde saya yang sedang sakit pada saat itu ngomong ke orang yang sedang merokok itu(anggap saja Mr.x).Maaf mas rokoknya bisa dimatikan,saya sedang sakit(bukan dialog sebenarnya.sudah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia yang gak terlalu benar).Si Mr.x akhirnya dengan enggan mematikan rokoknya sambil menggerutu..Pakde saya yang darah tinggian melihat perilaku orang tersebut langsung ngomong ke supir..Stop pak berhenti..Sambil nunjuk ke Mr x.. Ayo mas turun..ngomong apa anda tadi..kalo gak senang sama saya ayo turun kita duel(kalo diterjemahin secara halus kaya gini,tapi kalo dalam bahasa jawa bisa kuasaaaar banget).udah diminta baik baik kok situ ngomong gak enak..ayo turun..(langsung seisi dunia(ehh seisi angkot) sunyi senyap bagaikan tak berpenghuni)
Si Mr.x yang merasa terancam melihat pakde saya(walo pensiunan tapi badannya masih kekar lo)langung menciut..Mboten pak(tidak pak)saya gak marah kok..maaf ya pak.
Pakde saya yang dada nya udah naek turun(maklum orangnya juga sakit jantung)akhirnya ngomong"yo wes"(lanjutannya lupa).
Akhirnya perjalanan berjalan dengan lancar,tertib,agak tegang dan TIDAK ADA ASAP ROKOK.

Pakde saya mungkin satu diantara sedikit orang yang bisa berbicara secara lugas kepada para perokok yang tidak bertanggungjawab.Saya sendiri selama hampir 3 tahun ini berkecimpung di dunia per-angkotan(karena setiap hari kalo mau ke kampus harus naek angkot 2 kali)tidak pernah mau dan berani ngomong seperti itu dihadapan para perokok yang tidak bertanggungjawab.Memang seh gak semua perokok tidak bertanggungjawab..Ada kalanya kalo saya duduk disamping orang yang merokok mereka langsung menurunkan rokoknya kebawah kaki,jarang2 menghisapnya dan kalo  ngeluarin asapnya  sambil  nunduk agar orang lain tidak kena asapnya secara langsung.Tapi itu one in million.Kebanyakan  sante aja,malah kalo rokoknya  abis,nyalain lagi satu.Belum lagi kalo ngeluarin asapnya sambil diarahin ke depan muka kita.Mo marah gimana yang ngrokok orangnya sangar,kumisnya tebal plus tatoan.bisa bisa kena hajar.

Tapi mo gimana lagi.sepertinya rokok adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan kita.Acara acara saya yang nyeponsori juga rokok,universitas tetangga saya fasilitas-fasilitasnya dari rokok juga,belum lagi malang terkenal dengan pabrik rokoknya(yang kalo diitung itung dari rumah ke kampus saya nglewati 4pabrik rokok).Sekarang aja didepan saya ada puntung rokok dan sedang bernafas asap rokok..

Walopun puisi ini sudah berjuta kali nampang di web-web ato blog-blog,di multiply pun sudah milyaran  di upload(kelihatan di seach enginenya).Tapi saya teteeep ingin mengupload puisi ini di mp saya.yah setidaknya sebagai ungkapan saya atas pelecehan yang saya alami selama ini(lebayyy).becanda.Buat mas mas ato mbak mbak perokok yang baca tulisan ini jangan marah yaa,saya yakin pasti anda anda adalah perokok yang bertanggungjawab.

Tuhan Sembilan Senti
Oleh Taufiq Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya
ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya,
pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini